Pages

Wednesday, September 23, 2009

Idul Fitri dan Salah Interpretasi Pembuat Kalender


Dewanti Lestari

Jakarta (ANTARA News) - Pada Idul Fitri 1430 Hijriah sebenarnya ormas-ormas kemungkinan besar akan kompak alias tidak beridul fitri dengan tanggal yang berbeda-beda. 

Hal itu karena kondisi hilal (bulan) dan faktor-faktor perhitungan (hisab) lainnya tidak dalam kondisi kritis, di mana bulan cukup tinggi, lebih dari empat derajat di seluruh wilayah Indonesia, sehingga sangat mungkin untuk dirukyat (dilihat).

Seperti tahun-tahun sebelumnya Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah juga sudah menetapkan hari-hari besar Islam jauh-jauh hari sebelumnya yang melalui Maklumat Nomor: 06/MLM/I.0/E/2009 mengumumkan penetapan Idul Fitri jatuh pada Minggu 20 September dan diedarkan ke seluruh pimpinan daerah Muhammadiyah.

Ketua Umum Pimpinan Daerah Muhammadiyah Pamekasan, Imam Santoso membenarkan hal itu, penetapan 1 Syawal 1430 Hijriah itu berdasarkan hisab sebagaimana memang sudah menjadi pegangan Ormas Muhammadiyah dalam menentukan awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, bukan dengan sistem rukyat atau melihat bulan secara langsung.

Pendekatan yang dilakukan adalah dengan pendekatan astronomis bahwa hilal adalah penampakan bulan yang paling kecil yang menghadap bumi beberapa saat setelah ijtimak.

Inilah yang kemudian menjadi kriteria hisab Muhammadiyah bahwa awal bulan baru ditandai dengan wujudnya hilal yang tandanya adalah bila matahari terbenam lebih dahulu daripada bulan.

Cara pandang ini berbeda dengan ormas terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama maupun kebiasaan ormas-ormas Islam lainnya termasuk Departemen Agama (pemerintah) bahkan ulama negera-negara Islam lain.

Dalam hal penentuan awal bulan, mereka menetapkan Idul Fitri harus dengan rukyatul hilal bil fi`li, dengan melihat hilal secara langsung, sementara hisab hanya sebagai alat bantu.

Salah Interpretasi

Semula faktor ini yang menyebabkan perkiraan masyarakat pada Idul Fitri 1430 Hijriah terjadi perbedaan lagi di antara ormas Islam, karena dalam kalender Idul Fitri 1430 Hijriah jatuh pada Senin, 21 September.

Tetapi ternyata para pembuat kalenderlah yang salah menginterpretasikan penetapan libur bersama pada lebaran 2009.

"Selama ini kalendernya salah menyebutkan, yang benar Senin-Selasa 21-22 September adalah `libur` Idul Fitri karena Idul Fitri jatuh pada Minggu, tanggal merah," kata Peneliti Utama Astronomi-Astrofisika LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) Dr. Thomas Djamaluddin.

Ia menuturkan, berdasarkan perhitungan astronomi Idul Fitri jatuh pada Minggu, 20 September. Ini sama dengan perhitungan astronomi yang dilakukan Muhammadiyah.

Anggota Badan Hisab Rukyat (BHR) Depag RI ini mencontohkan, hari besar Maulid Nabi yang jatuh pada Minggu kemudian hari liburnya akan digeser ke Senin di keesokan harinya. Ini menimbulkan salah interpretasi para pembuat kalender.

Menurut dia, ijtima? awal Syawal terjadi pada 19 September 2009 pukul 01:45 WIB sehingga pada saat maghrib 19 September 2009, bulan cukup tinggi, lebih dari empat derajat di seluruh wilayah Indonesia, sehingga hilal sangat mungkin untuk dirukyat.

Dengan demikian pada 20 September sudah memasuki bulan baru yakni bulan Syawal, dan Idul Fitri 1430 H bertepatan dengan 1 Syawal 20 September 2009.

Namun demikian masih tetap harus ada sidang itsbat para tokoh ormas Islam pada Sabtu, 19 September untuk memastikannya serta pengumuman Menteri Agama yang mensahkannya.

Sidang itsbat akan dihadiri perwakilan berbagai ormas Islam, para pakar hisab-rukyat, dan instansi terkait seperti LAPAN, Observatorium Bosscha ITB , Planetarium Jakarta, BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika), serta Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal).

Menurut dia, untuk wilayah Indonesia ketinggian hilal empat sampai enam derajat menurut pengalaman akan berhasil diamati, apa lagi ada 40 titik pengamatan di seluruh Indonesia, baik yang digelar oleh Depag, maupun dari ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU) hingga masyarakat seperti Masjid Salman ITB.

"Dari kondisi cuaca, bulan cukup memungkinkan untuk dilihat pada saat sidang itsbat meskipun ada kemungkinan mendung dan tertutup awan," katanya.

Pakar astronomi ini mengakui, saat ini meskipun di wilayah barat Indonesia umur bulan cukup tua dan jelas untuk dilihat, namun kecenderungan awan di wilayah barat ini cukup banyak untuk menutupi bulan terkait Madden?Julian oscillation (MJO) yang sedang aktif dan akan mengganggu rukyat.

Sedangkan di timur meski umur bulan muda dan bulan terlihat tipis, kondisinya relatif kering dan tak berawan sehingga diharapkan bisa berpotensi untuk terlihat.

Ditanya, jika ternyata di 40 titik seluruh Indonesia tak ada yang bisa melihat bulan, menurut Djamal, sidang itsbat akan mempertimbangkan Fatwa Majelis ulama Indonesia (MUI) tahun 1981.

Fatwa itu menyebut: saat hilal tak terlihat tapi secara perhitungan sebelumnya biasanya hilal bisa diamati, maka tetap akan dijadikan patokan awal bulan.

Minggu 20 September

Sementara itu, Pemerintah juga mengindikasikan bahwa Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1430 Hijriyah akan jatuh pada Minggu (20 September), sama dengan perkiraan Muhammadiyah, berbeda dengan dua tanggal merah Idul Fitri di kalender-kalender.

Namun Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni, mengatakan, untuk memastikan 1 Syawal bertepatan dengan hari Minggu (20/9), akan dilakukan sidang isbath yang dihadiri para ahli hisab dan ru`yat di Departemen Agama Jakarta, pada Sabtu (19/9) petang.

"Sidang Isbath diselenggarakan setelah para petugas yang ditentukan untuk melihat hilal di seluruh wilayah Indonesia melaporkan hasilnya," kata Maftuh Basyuni ketika menghadiri pengesahan rancangan undang-undang (RUU) tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji di gedung DPR, 14 September.

Maftuh memperkirakan, pada Minggu mendatang bulan sudah berada di atas ufuk jadi sudah bisa dilihat oleh petugas yang telah ditunjuk oleh Departemen Agama, kecuali jika cuaca mendung sehingga hilal tidak terlihat.

Perkiraan tersebut didasarkan pada 29 Ramadhan atau Sabtu (19/9) bulan sudah berada di atas ufuk dengan ketinggian 3-5 derajat sehingga sudah bisa dilihat.

"Kalau hilal sudah terlihat pada tanggal 19 September petang, maka akan diumumkan 1 Syawal 1430 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 20 September," katanya menegaskan.

Maftuh berharap, pada Sabtu (19/9) udara cerah sehingga para petugas rukyat bisa melihat hilal secara jelas sehingga penentuan bulan baru semakin mudah.

Menurut dia, untuk melihat hilal selain petugasnya yang memiliki pengetahuan juga didukung dengan peralatan canggih seperti teleskop yang memadai.

Dengan demikian, tampaknya pada Idul Fitri 1430 Hijriah, ormas-ormas Islam kompak beridul fitri Minggu 20 September dan masyarakat diharapkan tidak bingung lagi membaca kalender. (*)

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...